Lika Liku Pendidikan Sejarah Indonesia

Lika Liku Pendidikan Sejarah Indonesia

Pada pidato terakhir kalinya saat sebelum jatuh, 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno sampaikan pidato dalam peringatan kemerdekaan Indonesia. Beliau memasangkan judul pidatonya dengan "Djangan Sesekali Tinggalkan Sedjarah". Si proklamator memberi judul begitu karena; tahun itu ialah tahun genting. perang saudara, rekayasa kekuasaan, tipu sana-tipu sini, dan lain-lain. Judul pidato itu, oleh KAMI (Kesatuan Tindakan Mahasiswa Indonesia) jadi akronim dengan JASMERAH, seperti sampai detik ini sangat kita mengenal.

Sudah pasti, pidato Ir. H. Soekarno itu jadi pangkalan kemampuan sejarah bangsa, jika sejarah ialah urat nadi kehidupan dan pemantik penanaman bibit-bibit nasionalisme dan patriotisme Indonesia. Dalam makna sarkatis, jangan mencoba-coba mengutak-atik evaluasi sejarah bangsa dari mekanisme pendidikan nasional Indonesia, bila tidak pengin ‘kualat' ke angkatan dulu yang mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk tegaknya NKRI yang kabarnya, jadi harga mati ini. Dan seyogianya, Pendidikan Sejarah jadi komponen berkebangsaan dalam membuat bangunan watak penting, sama keutamaan dengan Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Prakarya dan Kesenian, atau Pendidikan Pancasila da Kewarganegaraan dan lain-lain.

Baca Juga :


Dalam sejarah pendidikan Indonesia, semenjak saat sebelum merdeka sampai sekarang ini, Pendidikan Sejarah sering jadi muatan pokok silabus yang ada. Dia tidak pernah terkikis atau terpinggirkan dari dalam content kurikulum. Sudah semua terang terpajang, baik di periode penguasa penjajahan Hindia Belanda atau di periode Perang Revolusi, Orde Lama dan Orde Baru, atau di periode pembangunan sekarang ini terkecuali semenjak mas Nadiem jadi menteri, benar-benar mengetahui jika pembekalan akan cerita lalu dan makna-hikmahnya yang dimuat dalam sejarah ialah satu nilai yang maha penting dalam menyambung semua elemen pada tubuh besar bangsa Indonesia.

Fakta Periode Sekarang

Melawan produktif dengan yang telah wajar jadi injakan angkatan dulu, ialah wawasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sekarang ini, yang pengin hilangkan materi pendidikan Sejarah selaku muatan harus dalam nomenklatur silabus nasional, dan digeser ke muatan opsi, seperti yang berlangsung dalam barisan ilmu-ilmu eksakta, humaniora dan sosial pada tingkat SMA, dan pengin hilangkan benar-benar Pendidikan Sejarah pada tingkat SMK/MAK.

Di tengah-tengah gonjang-ganjing ketentuan yang coba menubruk ‘adat-istiadat' Pendidikan Sejarah yang sejauh ini sudah baku, tampillah ASGI (Federasi Guru Sejarah Indonesia) untuk menjaga Pendidikan Sejarah seperti seharusnya diberikan.

Pertama; ASGI membuat Tuntutan Penampikan akan reduksifitas Pendidikan Sejarah dalam content kurikulum nasional. Sampai tanggal 18 September '20, tuntutan yang diperuntukkan ke bapak Presiden Joko Widodo itu sudah ditanda-tangani oleh 10.473 orang di semua Indonesia, yang sejumlah besar pasti beberapa guru sejarah dan/atau pengamat sejarah dan pegiat pengetahuan sejarah dan nilai-nilai kesejarahan Indonesia.

Ke-2 , per-tanggal 18/9/'20, ASGI sudah mereles Siara Jurnalis nomor: 92/SIPERS/09/AGSI/2020 mengenai Mata Pelajaran Sejarah. Tayangan jurnalis itu kembali lagi memberi penampikan atas seluruh kehendak pemerintahan yang tetap mereduksi Pendidikan Sejarah dari kurikulum. Dalam cermatan penulis, minimal Press-reless di atas memiliki tiga poin utama, yakni (1). Kembalikan Pendidikan Sejarah yang akan jadi mata pelajaran pecintaan ke konstruktur harus, seperti content kurikulum 2013, (2). Penghilangan Pendidikan Sejarah dari seluruh jenjang kelas di SMK/MAK harus dilihat kembali lagi, karena semenjak 2018 lewat ketentuan Dirjen Dikdasmen Nomor 07/D.D5/KK/2018 mengenai Susunan Kurikulum SMK/MAK memiliki posisi lebih rendah dibanding Permendikbud Nomor 60 Tahun 2014 mengenai Kurikulum 2013 SMK/MAK, dan Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 mengenai Perombakan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tantang KI dan KD pada Kurikulum 2013 tingkatan pendidikan landasan dan menengah, (3). ASGI mengetahui semenjak awalnya jika dokumen yang tersebar masih berbentuk Draft Peringkasan Kurikulum dan Asesemen Nasional, karenanya AGSI lakukan tanggapan protektif, memberi penglihatan-pandangan kritikan bernilai supaya kehadiran dokumen itu dapat dilihat kembali lagi, dan janganlah sampai jadi satu peraturan final yang akan bikin rugi negara dan bangsa kelak.

Seluruh respon yang dikatakan beberapa guru dan pegiat sejarah supaya pemerintahan mengevaluasi ulangi seluruh peraturan yang mengebiri Pendidikan Sejarah, selanjutnya menghentikannya. Lantas, memperkuat kembali lagi nilai-nilai kesejarahan lewat muatan kurikulum yang harus dikasih ke semua anak negeri. Karena kita ketahui, bangsa besar ialah bangsa yang tidak tinggalkan sejarah perjuangan angkatan sebelumnya, dan bangsa yang unggul ialah bangsa yang terus mencontoh perjuangan angkatan lalu untuk isi kemerdekaan kita di periode tiba.

Kemauan di Periode yang Akan Tiba

Kita perlu ingat, jika al-Qur'an selaku dasar dan panduan kehidupan umat Islam, sejumlah besar berisi sejarah selaku ibrah. Lantas, dalam al-Kitab juga, selaku dasar kehidupan saudara yang beragama Nasrani, sejumlah besar berisi cerita-kisah membangkitkan yang dimainkan oleh beberapa nabi sebelumnya. Demikian juga, dalam Weda, Tripitaka, dan kitab Konghuchu, kandung terbanyak ialah ibrah yang dimainkan oleh beberapa orang suci pujian mereka.

Oleh karenanya, apa masih kita akan mereduksi mata Pelajaran Sejarah dari silabus dan meminggirkannya di depan anak negeri? Lantas, pertanyaan lain; ingin dibawa ke mana bangsa ini?

Belum ada Komentar untuk "Lika Liku Pendidikan Sejarah Indonesia"

Posting Komentar

Berkomentarlah yang sopan dan sesuai artikel yang Anda baca. Pengelola Gantengue tidak bertanggungjawab atas komentar Anda.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel